Rabu, 13 Juni 2012

Miskin bukan Berarti Dimiskinkan


Strategi Sederhana dalam Usaha Kecil Menengah

Tantangan bangsa Indonesia di era otonomi daerah ini tidaklah ringan mengingat ada semacam fenomena dimana sementara bangsa-bangsa lain sudah saling berkompetisi untuk terus maju dalam rangka meningkatkan daya saingnya, bangsa kita justru terpuruk dalam pembenahan masalah-masalah ekonomi, sosial maupun politik di dalam negeri. Dibalik itu semua ada permasalahan yang paling mendesak untuk dicari pemecahannya saat ini adalah masalah kemiskinan. Mengingat permasalahan kemiskinan ini seakan beranjak di tempat terlebih bila kita melihat kondisi kemiskinan bangsa Indonesia terkini. Terungkap dari kajian terbaru dari Bank Dunia yang menyimpulkan bahwa kemiskinan di negara kita bukan sekadar 10-20% penduduk yang hidup dalam kemiskinan absolut (extreme poverty). Tapi ada kenyataan lain yang membuktikan bahwa kurang lebih tiga per lima atau 60%3 penduduk Indonesia saat ini
hidup di bawah garis kemiskinan. Kondisi di atas jelas memprihatinkan mengingat realita kemiskinan di atas jelas bukanlah permasalahan yang mudah diatasi mengingat kondisi kemiskinan yang harus ditanggulangi mencakup banyak segi. Pemilikan sumber daya yang tidak merata, kemampuan masyarakat yang terbatas dan ketidaksamaan kesempatan dalam menghasilkan akan menyebabkan keikutsertaan dalam pembangunan tidak merata. Ini semua pada gilirannya menyebabkan perolehan pendapatan tidak seimbang dan selanjutnya menimbulkan struktur masyarakat yang timpang. Melihat dari pemaparan tersebut karena ketidakberdayaan masyarakat dalam ekonomi seperti bidang usaha kecil menengah, home industry.
Secara umum permasalahan ketidakberdayaan masyarakat dalam bidang usaha disebabkan oleh dua faktor utama yang saling mengkait satu sama lain, yaitu : Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal menyangkut permasalahan dan kendala yang berasal dari dalam individu atau masyarakat  yang bersangkutan, seperti : rendahnya motivasi, minimnya modal, lemahnya penguasaan aspek manajemen dan teknologi. Sementara faktor eksternal penyebab  ketidakberdayaan adalah belum kondusifnya aspek kelembagaan yang ada. Disamping masih minimnya infrastruktur dan daya dukung lainnya sehingga potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat tidak dapat ditumbuhkembangkan. Sehingga tidak dapat dipungkiri jika antusias masyarakat dalam usaha kecil menengah (UKM) menjadi rendah. Untuk itu perlu adanya fasilitator dalam membimbing atau memberikan arahan-arahan dalam bidang UKM. Fasilitator-fasilitator ini yang nantinya akan memberikan kontribusi pada masyarakat seperti memberikan motivasi, cara mendapatkan modal yang mudah, membangun ralasi yang luas serta penguasaan aspek manajemen dan teknologi.
Berpijak pada logika penyebab ketidakberdayaan masyarakat itu maka strategi pemberdayaan masyarakat yang kita terapkan harus menyentuh permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, baik pada sisi internal maupun eksternal. Para pelaku pembangunan dituntut untuk secara konsisten dan berkesinambungan menciptakan dan membina kebersamaan sehingga dampaknya bukan hanya pada pemberdayaan posisi masyarakat lapisan bawah namun lebih jauh juga pada penguatan sendi-sendi perekonomian negara secara keseluruhan.
Dari fenomena yang ada, untuk titik tolak awal perlu dilakukan strategi sederhana agar masyarakat pada umumnya tidak mengalami pesimistik atau putus asa ketika akan memulai usaha, ingat miskin bukan berarti untuk dimiskinkan. Wujud strategi sederhana tersebut meliputi 1) penggeseran paradigma masyarakat  tentang UKM, 2) partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan UKM, 3) memberikan kepercayaan pada masyarakat tentang pemilihan usaha yang akan digelutinya, 4) kepemihakan pada masyarakat, 5) pengawalan atau terus memantau hingga usahanya mencapai  target yang diinginkan.
Untuk ulasan yang pertama: penggeseran paradigma masyarakat tentang UKM.
Dalam hal ini perlu dilakukan karena pada umumnya masyarakat masih takut atau ragu untuk memulai usaha karena resiko-resiko yang terjadi. Seperti rugi, banyak pesaing, modalnya terlalu tinggi, tidak akan laku dipasaran, dan lain sebagainya. Untuk itu fasilitator nantinya memberikan deskripsi yang jelas dan mudah dicerna oleh masyarakat pada umumnya sehingga tidak kekhawatiran lagi dalam memulai usaha.
Ulasan yang kedua: partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan.
Setelah paradigma terbangun dengan baik, masyarakat senantiasa mau untuk berpartisipasi perencanaan usaha serta pelaksanaan secara real. Sehingga tujuan pembangunan masyarakat yang mempunyai usaha mandiri akan tercapai.
Ulasan yang ketiga: memberikan kepercayaan pada masyarakat tentang pemilihan usaha yang akan digelutinya.
Dalam konteks ini hendaknya fasilitator senantiasa memberikan kepercayaan tentang usaha-usaha yang ingin diwujudkan masyarakat itu sendiri. Jadi tidak ada pemangkasan kreatifitas dan inovasi masyarakat dalam pastisipasinya mewujudkan usaha mandiri.
Ulasan ke empat: kepemihakan pada masyarakat.
Kepemihakan sangat perlu untuk hal mematenkan hasil kreatifitasnya sehingga tidak adanya pencurian karya.
Ulasan ke lima: pengawalan atau terus memantau hingga usahanya mencapai  target yang diinginkan.
Untuk yang terakhir ini penting dilakukan, mengenai pemantauan yang continue pada usaha yang sudah dilakoni sehingga mencapai target yang diinginkan serta bisa memaju-kembangkan usahanya. Pencapai-pencapai itu yang nantinya akan memberikan kontribusi cukup untuk kehidupan masyarakat luas.
Demikian sekiranya sedikit gambaran tentang strategi sederhana dalam pemberdayaan masyarakat untuk usaha kecil menengah (UKM). 

"Tidak ada kesulitan selama mau menemukan caranya"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar